Bismillahirrohmannirrohim

1. Ruh: Unsur Suci dari Allah

Ruh adalah unsur yang berasal langsung dari Allah, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Isra: 85:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.'”

Ruh membawa sifat-sifat suci, murni, dan penuh kebaikan yang disebut takwa. Ketika ruh ditiupkan ke dalam jasad manusia, ia menjadi sumber kehidupan dan penggerak utama.


2. Jasad: Wadah Fisik dari Manusia

Jasad adalah aspek fisik manusia yang dibentuk dari tanah dan melalui proses perkembangan dalam rahim. Dalam QS. Al-Hijr: 28-29, Allah menjelaskan proses ini:

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُّوحِي

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku.”

Jasad manusia adalah tempat ruh bernaung. Namun, jasad juga terlibat dalam usaha manusia seperti asupan makanan, yang dapat memengaruhi kualitas sifat baik dan buruknya.


3. Nafs: Gabungan Ruh dan Jasad

Ketika ruh menyatu dengan jasad, ia berubah menjadi nafs, yaitu jiwa manusia. Nafs memiliki dua potensi yang disebutkan dalam QS. Asy-Syams: 7-8:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا

“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) keburukan dan ketakwaannya.”

  • Takwa: Potensi kebaikan yang berasal dari ruh.
  • Fujur: Potensi keburukan yang muncul akibat interaksi dengan jasad.

Nafs menjadi pusat konflik antara potensi baik dan buruk dalam diri manusia.


4. Fujur dan Takwa: Potensi Dalam Nafs

  • Fujur: Potensi buruk seperti nafsu, iri hati, amarah, dan kebiasaan buruk. Fujur muncul dari jasad dan pengaruh eksternal, seperti lingkungan dan makanan haram.
  • Takwa: Potensi kebaikan seperti sabar, jujur, rendah hati, dan amal shaleh. Takwa berasal dari ruh yang tetap mempertahankan sifat-sifat sucinya.

Keseimbangan antara fujur dan takwa inilah yang menentukan sifat dan perilaku manusia.


5. Qolbu: Tempat Konflik Nafs

Qolbu (hati) adalah tempat nafs berada. Dalam qolbu, sifat takwa dan fujur terus bergolak. Qolbu berasal dari kata qolaba, yang berarti “berbolak-balik,” mencerminkan ketidakstabilan jiwa manusia. Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah qalbu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Qolbu menjadi medan pertempuran antara dorongan takwa dari malaikat dan dorongan fujur dari setan.


6. Akal: Penyaring dan Pengendali

Akal adalah kemampuan intelektual manusia untuk menyaring informasi dan membuat keputusan. Dalam bahasa Arab, akal berasal dari kata ‘aqala, yang berarti “mengikat” atau “mengendalikan.”

Hubungan Akal dengan Komponen Lain:

  • Akal menyaring informasi dari pancaindra (mata, telinga, dan sebagainya).
  • Informasi ini diteruskan ke qolbu, tempat nafs berada.
  • Qolbu memutuskan apakah respons akan didasarkan pada takwa atau fujur.
  • Akal kemudian menerjemahkan keputusan qolbu menjadi tindakan fisik melalui jasad.

Akal adalah alat penting yang menentukan apakah seseorang akan mengikuti dorongan takwa atau fujur.


Hubungan Keseluruhan

  1. Ruh: Sumber sifat baik (takwa), suci, dan berasal dari Allah.
  2. Jasad: Wadah fisik manusia yang membawa potensi baik dan buruk.
  3. Nafs: Gabungan ruh dan jasad yang mencakup potensi takwa (baik) dan fujur (buruk).
  4. Fujur: Potensi buruk yang berasal dari jasad dan lingkungan.
  5. Takwa: Potensi baik yang berasal dari ruh.
  6. Qolbu: Tempat konflik antara takwa dan fujur.
  7. Akal: Penyaring dan pengendali informasi, yang menentukan apakah seseorang akan mengikuti takwa atau fujur.

Kesimpulan

Ruh, jasad, nafs, fujur, takwa, qolbu, dan akal memiliki hubungan yang erat dalam menentukan sifat dan perilaku manusia. Ruh membawa kesucian, jasad membawa keterbatasan, dan nafs menjadi medan konflik antara keduanya. Qolbu adalah pusat dari pergolakan sifat baik dan buruk, sementara akal berfungsi sebagai pengendali tindakan. Dengan menyucikan nafs melalui tazkiatun nafs, manusia dapat menekan fujur dan mengembangkan takwa, mencapai ketenangan hati dan keberhasilan hidup.

*Artikel ini diringkas dari tausiah Ustadz Adi Hidayat dari video berikut:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *